Indonesia Bisa Punya Agensi Seperti SM, HYBE, atau YG, Tapi...
안녕하세여, 친구들 (Annyeonghaseyo, chingudeul)...
Kiblat industri hiburan Indonesia sepertinya sudah menjurus ke salah satu negara Asia Timur, yaitu Korea Selatan (Korsel). Mulai dari musik, dunia perfilman, bisnis hingga pada produk-produknya.
Industri hiburan Korsel tercatat maju dilihat dari fenomena hallyu yang menjamuri dunia. Korsel memiliki perusahaan atau agensi-agensi pencetak sosok idol maupun aktris dan aktornya. Hampir semua pelaku industri kreatifnya memiliki wadah atau sebuah agensi yang menaunginya.
Sebut saja seperti agensi SM Entertainment, HYBE, YG Entertainment, JYP Entertainment dan lain sebagainya. Pertanyaannya, apakah Indonesia dimungkinkan atau bisa mengikuti jejak sukses Korea dalam membangun sebuah agensi yang mencetak pelaku-pelaku industri kreatif dan idol-idol?
Menurut penulis skenario dan sutradara Indonesia, Makbul Mubarak, hal itu bisa saja terjadi. Namun, jika melihat dari sejarah dan sistem di Indonesia, kedua negara sangatlah berbeda.
"Mungkin saja, tapi jika dilihat dari sistem manajemen pencarian bakat Indonesia dibandingkan dengan Korea sangat berbeda," kata Makbul Mubarak dalam diskusi panel bertajuk 'dampak sosial-ekonomi dari budaya populer' pada "The Indonesia-Korea Golden Anniversary Conference: Strengthening Partnership for Tomorrow," yang diselenggarakan Universitas Indonesia (UI) dan Korea Foundation (KF) di Auditorium Mochtar Riady Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Depok pada Kamis (11/5/2023.
Makbul (33 tahun) kemudian menjelaskan bahwa Korea memiliki sistem terpusat pada industri hiburannya. Seperti, satu agensi dimiliki perusahaan besar maupun milik konglomerat, sehingga terjadi ekspansi dari atas ke bawah.
Sementara di Indonesia, kata dia, justru sebaliknya. Dia mencatat, bahwa terdapat banyak inisiatif seni dan budaya yang dimulai dari bawah.
"Di Indonesia, itu tidak dimulai dari konglomerat dan modal besar, tapi dimulai dari Sanggar, dimulai dari studio kecil milik seorang guru musik di Bogor, misalnya. Dimulai dari komunitas, dan berpatokan pada yang namanya guru 'kami memiliki sistem Padepokan yang sangat tradisional yang artinya seperti keanggotaan,' kira-kira seperti itu," ujar Makbul yang menyelesaikan pendidikan di Korea National University of Arts itu.
Menurut dia, masyarakat Indonesia harus berguru kepada 'master' jika menginginkan menjadi seorang seniman atau pelaku industri kreatif. Dari situ, mereka dapat belajar dari sang guru, memang terkesan tradisional namun hal itu menjadi kenyataan yang hampir masih ada hingga kini.
"Jadi di Indonesia tidak terpusat sebagaimana 'manajemen merekrut Anda' 'Anda terlihat cantik, Anda terlihat tampan, datanglah ke studio saya belajar tari 25 jam sehari, nanti saat kalian berusia tertentu kamu bisa debut seperti BTS kedua atau apapun," ujarnya disambut tawa para peserta diskusi panel.
"Di Indonesia, tidak seperti itu. Anda pergi ke master. "Guru, ajari aku bagaimana melakukan ini." Dan jika master menyukaimu, oke. Ya itu seperti kung fu," kata dia.
"Anda tahu, ini adalah yang terjadi di Indonesia, tapi saya tidak mengatakan bahwa kita tidak bisa, tetapi saya hanya mengatakan dari mana kita berasal," tukas dia.